Sabtu, 22 Desember 2012

#1 Malaysia: Day One

Setahun yang lalu aku ga ada kepikiran pengen pergi ke luar negeri. Justru suami yang pengen banget ke LN, sampe bela-belain bikin paspor. Lalu seorang sahabatku namanya Sari mengompori untuk membuat paspor, katanya sih buat prepare aja dan dia jelaskan bahwa membuat paspor sangat mudah, bisa diurus sendiri, pelayanannya juga sudah bagus, cepat dan murah. She's right.

Yeay... akhirnya tanggal 1 Desember 2012 aku, suami dan kawan-kawan sekitar 5 orang bareng ke Malaysia, naik Mandala Air (tiket kami PP Mandala Air totalnya 550 ribu) murah banget, untung dapet tiket promo.

Sabtu, tanggal 1 Desember 2012, kami bertemu teman-teman di Bandara Soetta Terminal 3. Pesawat kami berangkat pukul 07.35 WIB. Di sini kami harus membayar airport tax sebesar Rp.150.000,- lumayannnn.... *buka dompet dengan setengah hati*. And here we go..! *semangat*

Saat pesawat mulai dekat dengan daratan, aku bisa melihat dengan jelas dari jendela pesawat, betapa hijaunya Kuala Lumpur, apalagi kalau bukan hijau dari kerumunan jumbo dari Kelapa Sawit. Sangat indah dan rapi. Sama sekali tidak terlihat kota yang kacau/ padat bangunan dari atas. Aku mulai mencium bau kenyamanan disini. 

Akhirnya kami mendarat di Bandara LCCT (The Low Cost Carrier Terminal) Kuala Lumpur pada pukul 10.45 waktu KL. Ya, kami adalah turis dengan uang saku terbatas. Hahahaha.

Saat di imigrasi, seorang teman yang berada di loket disebelah ku sedang ditanya apa keperluannya ke Malaysia dan dia jawab akan nonton piala AFF. Siapa yang akan menang? Indonesia, jawab teman dengan senyuman lebar. Petugas imigrasi juga tersenyum (mungkin senyum yakin bahwa kami akan pulang dengan menang-is..). We'll see.

Hellooo welcome to Malaysia.... 

Senang karena tidak terlalu repot soal bahasa, bisa pakai bahasa Indonesia, bisa pakai bahasa Inggris patah-patah. No matter, selama tulisan abjad mereka pakai alfabet bukan huruf jawa hanacaraka.

Kami sudah booking penginapan di daerah Bukit Bintang, namanya Paradiso Hostel. Kami naik Sky Bus, disini akhirnya uang ringgit pertama kami dikeluarkan. 9RM/orang dari LCCT ke KL Sentral. Perjalanan kami tempuh satu jam. 

 Kami disambut jalanan lengang, sebenernya sih ga ada bedanya sama Jakarta...pada.. saat... pagi...buta. Aspalnya mulus, sambil disuguhi kebun kelapa sawit yang entah berapa luasnya itu. 

Sesampainya di KL Sentral (yang ternyata semacam stasiun + ITC) ada beberapa alternatif untuk melanjutkan perjalanan, naik taxi, atau kereta express, atau monorel alias MRT. Akhirnya kami memutuskan untuk naik MRT.

Stasiun MRT KL Sentral berada terpisah dengan bangunan itu, sekitar 50 meter jalan kaki. Tiketnya berupa koin berwarna biru seharga kurang lebih 1,3RM untuk ke Bukit Bintang. Dan untuk masuk ke area peron, kami melewati pintu elektrik yang akan terbuka bila koin diletakkan di bagian pemindai di pintu itu. Voilaa... begitu toh caranya. 

Akhirnya kami sampai juga di Bukit Bintang, pemandangan sekitar mirip dengan daerah Sudirman Jakarta, hanya lebih ramai pertokoan. Karena lapar, akhirnya kami berjalan menuju ke KFC yang tak jauh dari situ. Satu kepal nasi (uduk/ rasanya mirip semacam itu), ayam goreng yang cukup besar, se-cup minuman, dan salad untuk total 5RM. Bila dikonversikan dan dibandingkan, jatuhnya masih lebih murah ketimbang di Indonesia.

Paradiso Hostel sekitar 40 meter dari KFC tadi. Pintu masuk Paradiso Hostel ini tidak seperti hotel yang ada lobby luas, parkiran. Ini semacam pintu yang langsung disambut tangga berkarpet, sedikit gelap. Sempat ber-under estimate, tapi setelah masuk di area hostelnya, kami bisa bernapas lega karena ruangan bernuansa cozy menyambut kami, ya lebih mirip kost-kost an sih, tapi hangat. Hilang sudah kekhawatiran kami. Karena ini tempat menginap yang menyenangkan dan... low cost.
Dining room (tersedia minuman botol di kulkas seharga 1RM, dan sarapan gratis berupa roti bakar dan jus jeruk) & Bath room (shower air panas pun ada, tersedia sabun, pasta gigi) Paradiso Hostel yang cozy dan bersih. Kebersihan bathroom dan bedroom, Ini hal utama yang aku perhatikan bila menginap di Hotel/Hostel. Sayang foto kamar kelupaan diambil (sumber: dok. pribadi)
Kamar yang kami inapi adalah kamar dormitory yang berisi 6 tempat tidur, 30RM per night per person. Berbaur dengan teman-teman. No matter. Aku segera mengambil tempat di tempat tidur diatas tempat tidur suami ku. Ya, untuk 2 malam kami akan tidur terpisah, dalam satu kamar... hahaahaha.

Paradiso Hostel ini kamarnya bersih, berkarpet sehingga kaki kami tidak akan kedinginan. Tempat tidur dengan seprei yang bersih, kasur dan bantal yang empuk. Tambahan selimut dan handuk (tapi aku lebih memilih memakai handuk yang aku bawa sendiri sih). Berasa di asrama/ kost yang cozy..

Go To Bukit Jalil

Setelah mandi dan bersiap-siap, kami turun dan berkumpul di meeting point di depan stasiun Bukit Bintang, berseragam ala timnas dan membawa berbagai asesori seperti syal bertulis Indonesia, topi merah putih, dan lain-lain. Kerumunan kami semakin banyak, mungkin ada sekitar 20 orang. Tiket AFF yang sudah dikoordinir oleh anak-anak FDSI (Forum Diskusi Suporter Indonesia) dengan membayar 32RM (harga resminya sih 30RM) untuk masing-masing orang, kami menuju MRT Bukit Bintang, transit di Hang Tuah, lalu naik MRT yang menuju Bukit Jalil.

Suasana di Stadion Bukit Jalil begitu meriah oleh... warna.. kuning. Off course, karena kami sedang menjadi pendukung minoritas, di laga tandang. Tapi merah putih tetap bersemangat, bahkan lebih terbakar semangat. Tampak beberapa suporter Indonesia diajak berfoto bersama dengan suporter Malaysia, indahnya persahabatan dan kedamaian semacam itu. 

Suporter Indonesia ditempatkan di salah satu tribun di belakang gawang. Stadion Bukit Jalil memang megah. Parade suporter Indonesia sedikit demi sedikit mulai memenuhi tribun khusus ini.  Yel-yel, nyanyian, bentangan bendera super jumbo sangat meriah.

Menjelang pukul 20.450, stadion Bukit Jalil sudah dipenuhi warna kuning. Suasana semakin memanas dan meriah saat suporter Malaysia pun mengeluarkan atraksinya.. yang.. lebih.. kompak. Hufft. Damn, their attractions is awesome, i can say. Mungkin ini pengaruh mayoritas dan minoritas ya. Hehehehe. 
Stadion Bukit Jalil Kiri atas: me with syal Indonesia; kanan atas: Suporter Indonesia berpose dengan suporter Ultras Malaysia (damai itu indah); kiri bawah: Bentangan bendera merah putih super big yang diusung seluruh suporter indonesia di tribun; kanan bawah: tiket piala AFF (sumber: dok.pribadi)

Di dalam stadion ada beberapa spanduk yang cukup menarik, ada yang bertulis “Busuk-busuk pahlawanku” spontan aku tertawa membacanya “apa itu artinya mereka itu memang busuk?” canda kami. Oh, tentu saja maksud kalimat itu adalah “walaupun kalah/buruk.. mereka akan tetap support timnas Malaysia”. And hey, apa itu disana? Salah seorang suporter Indonesia mencoba mengcapture suatu spanduk dengan kamera DSLR, setelah di zoom baru kami tau apa tulisannya “Garuda adalah Bangkai” ggrrrrr..... sontak itu membuat marah dan menuai kecaman dari suporter Indonesia. Tapi, suporter Indonesia harus sportif, dan tidak boleh termakan provokasi. Satu lagi spanduk yang cukup menyindir bertuliskan “100% Malaysian, No Foreigner” ini memang sengaja ditujukan untuk timnas kita yang sedang marak dengan fenomena pemain naturalisasi. Ya, patut diapresiasi kalau begitu timnas Malaysia ini, karena bisa mempertahankan full team pribumi.

Pertandingan berjalan sangat seru pada menit-menit awal, saat Indonesia masih menguasai pertandingan dan beberapa kali hampir melesakkan bola ke gawang. It just so close. And then... Malaysia did. They make two goal. Lemas sudah suporter Indonesia. Nyanyian tak lagi se kompak awal, seisi suporter Indonesia merasa terintimidasi dengan kenyataan bahwa timnas Indonesia sudah tertinggal 2 gol. Padahal, seharusnya jika Indonesia bisa menahan imbang Malaysia, sudah pasti akan lolos ke babak semifinal. 

It didn’t happen. So sad, kami harus menelan kekalahan. Ohya, sebenernya aku juga sudah lamaaaa sekali ga mengikuti perkembangan sepak bola, dan tidak menyaksikan pertandingan sepakbola langsung di stadion. Dan sekarang, kalah. Well, I can feel how sad it is. Daaan... ini kalah bukan karena aku nonton yaaaa... *jitakin satu-satu yang ngeledek*.

Tetapi meskipun kecewa, mayoritas suporter Indonesia bersikap sportif, lapang dada dan pulang dengan tertib. Meskipun ada juga yang sampai harus ditenangkan oleh teman-temannya karena menangis histeris karena tidak dapat menerima kekalahan timnas Indonesia, bahkan ada yang sampai merusak kursi stadion dan melempar botol air mineral karena kesal dan kecewa. Semua ini bisa menjadi pelajaran untuk Indonesia, untuk manajemen timnas, untuk suporter juga. 

Pukul 24.00 kami bisa pulang dengan MRT terakhir. 
Atas: Dua kubu suporter yang berpapasan di Stasiun Bukit Jalil.. Kiri bawah: Kalah Menang, Tetap Merah Putih. Kanan bawah: Last MRT dari Bukit Jalil (Sumber: dok. pribadi dan dok. foto Adi Kusumajaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar