Setahun yang lalu aku ga ada kepikiran pengen
pergi ke luar negeri. Justru suami yang pengen banget ke LN, sampe bela-belain
bikin paspor. Lalu seorang sahabatku namanya Sari mengompori untuk membuat
paspor, katanya sih buat prepare aja dan dia
jelaskan bahwa membuat paspor sangat mudah, bisa diurus sendiri, pelayanannya
juga sudah bagus, cepat dan murah. She's right.
Yeay... akhirnya tanggal 1 Desember 2012 aku,
suami dan kawan-kawan sekitar 5 orang bareng ke Malaysia, naik Mandala Air
(tiket kami PP Mandala Air totalnya 550 ribu) murah banget, untung dapet tiket
promo.
Sabtu, tanggal 1 Desember 2012, kami bertemu teman-teman di Bandara Soetta Terminal 3. Pesawat kami berangkat pukul 07.35 WIB.
Di sini kami harus membayar airport tax sebesar Rp.150.000,- lumayannnn.... *buka dompet dengan setengah hati*. And here we go..! *semangat*
Saat pesawat mulai dekat dengan daratan, aku bisa
melihat dengan jelas dari jendela pesawat, betapa hijaunya Kuala Lumpur,
apalagi kalau bukan hijau dari kerumunan jumbo dari Kelapa Sawit. Sangat indah
dan rapi. Sama sekali tidak terlihat kota yang kacau/ padat bangunan dari atas.
Aku mulai mencium bau kenyamanan disini.
Akhirnya kami mendarat di Bandara LCCT (The
Low Cost Carrier Terminal) Kuala
Lumpur pada pukul 10.45 waktu KL. Ya, kami adalah turis dengan uang saku terbatas.
Hahahaha.
Saat di imigrasi, seorang teman yang berada di
loket disebelah ku sedang ditanya apa keperluannya ke Malaysia dan dia jawab
akan nonton piala AFF. Siapa yang akan menang? Indonesia, jawab teman dengan
senyuman lebar. Petugas imigrasi juga tersenyum (mungkin senyum yakin bahwa kami akan pulang dengan menang-is..). We'll see.
Hellooo welcome to Malaysia....
Senang karena tidak terlalu repot soal bahasa, bisa pakai bahasa Indonesia, bisa pakai bahasa Inggris patah-patah. No matter, selama tulisan abjad
mereka pakai alfabet bukan huruf jawa hanacaraka.
Kami sudah booking penginapan di daerah Bukit
Bintang, namanya Paradiso Hostel. Kami naik Sky Bus, disini akhirnya uang
ringgit pertama kami dikeluarkan. 9RM/orang dari LCCT ke KL Sentral. Perjalanan
kami tempuh satu jam.
Kami disambut jalanan lengang,
sebenernya sih ga ada bedanya sama Jakarta...pada.. saat... pagi...buta. Aspalnya mulus, sambil disuguhi kebun kelapa sawit yang entah berapa luasnya itu.
Sesampainya di KL Sentral (yang ternyata semacam
stasiun + ITC) ada beberapa alternatif untuk
melanjutkan perjalanan, naik taxi, atau kereta express, atau monorel alias MRT.
Akhirnya kami memutuskan untuk naik MRT.
Akhirnya kami sampai juga di Bukit Bintang, pemandangan
sekitar mirip dengan daerah Sudirman Jakarta, hanya lebih ramai pertokoan.
Karena lapar, akhirnya kami berjalan menuju ke KFC yang tak jauh dari situ. Satu
kepal nasi (uduk/ rasanya mirip semacam itu), ayam goreng yang cukup besar,
se-cup minuman, dan salad untuk total 5RM. Bila dikonversikan dan dibandingkan, jatuhnya masih
lebih murah ketimbang di Indonesia.
Paradiso Hostel sekitar 40 meter dari
KFC tadi. Pintu masuk Paradiso Hostel ini tidak seperti
hotel yang ada lobby luas, parkiran. Ini semacam pintu yang langsung disambut
tangga berkarpet, sedikit gelap. Sempat ber-under estimate, tapi setelah masuk
di area hostelnya, kami bisa bernapas lega karena ruangan bernuansa cozy
menyambut kami, ya lebih mirip kost-kost an sih, tapi hangat. Hilang sudah
kekhawatiran kami. Karena ini tempat menginap yang menyenangkan dan... low
cost.
Kamar yang kami inapi adalah kamar dormitory yang
berisi 6 tempat tidur, 30RM per night per person. Berbaur dengan teman-teman. No matter. Aku segera mengambil tempat di tempat tidur diatas tempat
tidur suami ku. Ya, untuk 2 malam kami akan tidur terpisah, dalam satu kamar...
hahaahaha.
Paradiso Hostel ini kamarnya bersih, berkarpet
sehingga kaki kami tidak akan kedinginan. Tempat tidur dengan seprei yang
bersih, kasur dan bantal yang empuk. Tambahan selimut dan handuk (tapi aku
lebih memilih memakai handuk yang aku bawa sendiri sih). Berasa di asrama/
kost yang cozy..
Go To Bukit Jalil
Setelah mandi dan bersiap-siap, kami turun dan berkumpul di meeting point di
depan stasiun Bukit Bintang, berseragam ala timnas dan membawa berbagai asesori
seperti syal bertulis Indonesia, topi merah putih, dan lain-lain. Kerumunan
kami semakin banyak, mungkin ada sekitar 20 orang. Tiket AFF yang sudah
dikoordinir oleh anak-anak FDSI (Forum Diskusi Suporter Indonesia) dengan
membayar 32RM (harga resminya sih 30RM) untuk masing-masing orang, kami menuju
MRT Bukit Bintang, transit di Hang Tuah, lalu naik MRT yang menuju Bukit Jalil.
Suasana di Stadion Bukit Jalil begitu meriah oleh...
warna.. kuning. Off course, karena kami sedang menjadi pendukung minoritas, di
laga tandang. Tapi merah putih tetap bersemangat, bahkan lebih terbakar
semangat. Tampak beberapa suporter Indonesia diajak berfoto bersama dengan
suporter Malaysia, indahnya persahabatan dan kedamaian semacam itu.
Suporter Indonesia ditempatkan di salah satu
tribun di belakang gawang. Stadion Bukit Jalil memang megah. Parade suporter
Indonesia sedikit demi sedikit mulai memenuhi tribun khusus ini. Yel-yel, nyanyian, bentangan bendera super jumbo sangat meriah.
Menjelang pukul 20.450, stadion Bukit Jalil sudah
dipenuhi warna kuning. Suasana semakin memanas dan meriah saat suporter
Malaysia pun mengeluarkan atraksinya.. yang.. lebih.. kompak. Hufft. Damn,
their attractions is awesome, i can say. Mungkin ini pengaruh mayoritas dan
minoritas ya. Hehehehe.
Di dalam stadion ada beberapa spanduk yang cukup
menarik, ada yang bertulis “Busuk-busuk pahlawanku” spontan aku tertawa
membacanya “apa itu artinya mereka itu memang busuk?” canda kami. Oh, tentu
saja maksud kalimat itu adalah “walaupun kalah/buruk.. mereka akan tetap
support timnas Malaysia”. And hey, apa itu disana? Salah seorang suporter
Indonesia mencoba mengcapture suatu spanduk dengan kamera DSLR, setelah di zoom
baru kami tau apa tulisannya “Garuda adalah Bangkai” ggrrrrr..... sontak itu
membuat marah dan menuai kecaman dari suporter Indonesia. Tapi, suporter
Indonesia harus sportif, dan tidak boleh termakan provokasi. Satu lagi spanduk
yang cukup menyindir bertuliskan “100% Malaysian, No Foreigner” ini memang
sengaja ditujukan untuk timnas kita yang sedang marak dengan fenomena pemain
naturalisasi. Ya, patut diapresiasi kalau begitu timnas Malaysia ini, karena
bisa mempertahankan full team pribumi.
Pertandingan berjalan sangat seru pada
menit-menit awal, saat Indonesia masih menguasai pertandingan dan beberapa kali
hampir melesakkan bola ke gawang. It just so close. And then... Malaysia did.
They make two goal. Lemas sudah suporter Indonesia. Nyanyian tak lagi se kompak
awal, seisi suporter Indonesia merasa terintimidasi dengan kenyataan bahwa
timnas Indonesia sudah tertinggal 2 gol. Padahal, seharusnya jika Indonesia
bisa menahan imbang Malaysia, sudah pasti akan lolos ke babak semifinal.
It didn’t happen. So sad, kami harus menelan
kekalahan. Ohya, sebenernya aku juga sudah lamaaaa sekali ga mengikuti
perkembangan sepak bola, dan tidak menyaksikan pertandingan sepakbola langsung
di stadion. Dan sekarang, kalah. Well, I can feel how sad it is. Daaan... ini kalah bukan karena aku nonton yaaaa... *jitakin satu-satu yang ngeledek*.
Tetapi meskipun kecewa, mayoritas suporter
Indonesia bersikap sportif, lapang dada dan pulang dengan tertib. Meskipun ada
juga yang sampai harus ditenangkan oleh teman-temannya karena menangis histeris
karena tidak dapat menerima kekalahan timnas Indonesia, bahkan ada yang sampai
merusak kursi stadion dan melempar botol air mineral karena kesal dan kecewa. Semua
ini bisa menjadi pelajaran untuk Indonesia, untuk manajemen timnas, untuk
suporter juga.
Pukul 24.00 kami bisa pulang dengan MRT terakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar