Kamis, 08 Desember 2011

Jakarta

Hai Jakarta... 

Aku lihat banyak sekali beban yang kau tanggung. Luas mu yang tak seberapa harus menampung arus kedatangan manusia yang makin tak terbendung. Contohnya aku.

Ayah dan ibu mu memang menganakemaskan mu dan menganaktirikan saudara-saudaramu, akibatnya makin besar saja dampaknya untuk mu. 
Jakarta overload. Tapi sepertinya tidak ada pilihan. ummm.... wait, sebenernya bukan tidak ada pilihan, tapi diantara pilihan yang ada, menanggung resiko untuk mengisi ruang yang tersisa di Jakarta adalah pilihan yang terbaik.
Hampir tak ada sudut tersisa di Jakarta, penuh sesak oleh pemukiman, perkantoran, jalanan yang disesaki kendaraan, manusia.... 

Jakarta, kamu tumbuh pesat, meninggalkan saudara-saudaramu, sangat jauh... 
Tapi lihatlah, kamu tak hanya indah, tapi juga sebaliknya, kotor. Kamu tak hanya gemerlap, tapi juga kumuh. Bahkan orang-orang rela hidup di rumah2 yang hanya menyisakan gang selebar satu motor untuk lewat. Tak ada pekarangan seperti yang biasa dilihat di kampung.
Sepertinya resiko hidup tak layak itu telah diambil banyak orang... demi pekerjaan yang hanya bisa ditemukan di sini, di Jakarta.

Jakarta, kami menemukan dilema kami adalah dilema yang kau rasakan juga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar